SECANGKIR KOPI
(Menghitung
Hari)
Setiap kali kupandangi dinding dan langit-langit bisu
kamar tidurku, ada perasaan sedih di bathinku mengapa tidak begitu banyak
kutorehkan amal kebaikan yang dapat kutuliskan disana. Begitu jelas terdengar
suara-suara alam berbisik bahkan degup jantungkupun terdengar namun semua itu
menambah suasana kaku dan kelu. Usiaku kini terus bertambah dan ini semua
menunjukan betapa aku sudah mendekati dengan batas akhir kehidupan, namun
mengapa sampai dengan saat ini aku belum berani untuk menghitung-hitung seberapa
besar amal perbuatan yang telah aku lakukan walaupun sebesar bijih sawi. Hari
ini entah hari keberapa kuhidup dalam sikap diamku, masihkah aku harus
menghitung hari..? “Kelak ada suatu saat dimana seseorang merasakan berada pada titik jenuh di
dalam menjalani kehidupannya namun dia tidak mampu lagi untuk berbuat, saat itu
disebut berputus asah dan Yang Maha Esa sungguh melarangnya”.
Sekayu, 6 April
2015
(Darlius : Secangkir Kopi 111)
Link : Secangkir Kopi 111
Tidak ada komentar:
Posting Komentar